Diksi (Pilihan Kata)

| 8 October 2012 | |

Kelompok 3: DIKSI (Pemilihan Kata)
1.      Husnul Khotimah            (2010.69.04.0004)
2.      Bagus Satria Wibowo     (2010.69.04.0054)
3.      Ika Sulistiani                    (2010.69.04.0055)
4.      Rusdiana                          (2010.69.04.00    )
5.      Hadi Urofik                     (2010.69.04.00    )

Pengertian diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pemilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting baik dalam dunia karang mengarang maupun dalam percakapan sehari hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.
Hal yang utama mengenai diksi adalah:
1.     Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
2.      Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari suatu gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
3.  Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata (perbendaharaan kata) bahasa tersebut. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

Pengertian Diksi
Dalam KBBI (2002 : 264), diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.
Setiap kata memiliki makna tertentu untuk merepresentasikan gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda.
Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek yang sesuai dengan apa yang diinginkan.

Ketepatan dan Kesesuaian Penggunaan Diksi
Pemakaian kata mencakup 2 masalah pokok, yaitu:
a.       Masalah ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide
b.      Masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut
Menurut Keraf (2002 : 87) “Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”. Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosakatanya akan memberi keleluasaan kepada penulis untuk memilih kata-kata yang dianggap paling tepat untuk mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya. *Referen: benda atau orang tertentu yang menjadi/dijadikan sebagai acuan*
Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan kita ucapkan. Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu:
a.    Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denotatif dan konotatif, bersinonim dan hampir bersinonim, kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Contoh:
-               Kata bersinonim (suatu kata yang mempunyai makna yang sama dan dapat saling menggantikan).
      Benar = betul
-               Kata yang hampir bersinonim:
     Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
   Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah  peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
-          Kata-kata yang mirip dalam ejaannya: intensif – insentif, interferensi – inferensi, karton – kartun, dan lain-lain.
b.  Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum diterima di masyarakat.
c.    Waspadalah dalam menggunakan kata-kata yang berakhiran asing seperti: kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-lain.
d.  Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatik, yaitu makna yang menyimpang dari makna konseptual dan makna gramatikal unsur pembentuknya (disebut juga kata kiasan).
Contoh:
-                    Buah bibir: menjadi pembicaraan orang banyak
-               Buah tangan: oleh-oleh
-               Berpangku tangan: bermalas-malasan
-               Tinggi hati: sombong
-               Mendarah daging: sudah menjadi kebiasaan
e.       Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum
f.       Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
g.      Dapat membedakan dengan tepat makna kata-kata abstrak. Contoh:
-               Keadilan: memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya.
-                    Kebahagiaan: suatu kondisi perasaan damai dan gembira.
-                    Keluhuran: kemuliaan.
-                    Kebajikan: sesuatu yg mendatangkan kebaikan.
-              Kebijakan: rangkaian konsep dan asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
-               Kebijaksanaan: kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.
h.      Dapat memaknai kata penghubung yang berpasangan secara tepat
-                    Contoh pemakaian kata penghubung yang salah:
     Antara hak dengan kewajiban pegawai haruslah berimbang.
     Korban PHK itu tidak menuntut bonus, melainkan pesangon.
     Baik dosen maupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi.
     Bukan aku yang tidak mau, tetapi dia yang tidak suka.

-                  Contoh pemakaian kata penghubung yang benar:
Antara hak dan kewajiban pegawai haruslah berimbang.
Korban PHK itu tidak menuntut bonus, tetapi pesangon.
Baik dosen maupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi.
Bukan aku yang tidak mau, melainkan dia yang tidak suka.

Kata dan Gagasan
Dalam berkomunikasi, setiap orang menggunakan kata (bahasa). Para linguis (ahli ilmu bahasa) sampai sekarang masih memperbincangkannya karena belum ada batasan yang mutlak tentang itu. Istilah kata bisa digunakan oleh para tatabahasawan tradisional. Menurut mereka, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Para tatabahasawan struktural, penganut aliran Bloomfield menyebutnya morfem. Batasan kata yang dibuat Bloomfield sendiri, yakni kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form) (chaer, 1994 : 162-163).
Yang paling penting dari rangkaian kata-kata itu adalah pengertian yang tersirat di balik kata-kata yang digunakan. Setiap orang yang terlibat dalam berkomunikasi harus saling memahami atau saling mengerti, baik pembicara maupun pendengar, pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Dengan kata lain, kata adalah media yang digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide kepada orang lain. Menurut Keraf (2002:21) ”Kata-kata ibarat “pakaian” yang dipakai oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki “jiwa”. Setiap anggota masyarakat harus mengetahui “jiwa”, agar ia dapat menggerakkan orang lain dengan “jiwa” dari kata-kata yang dapat digunakannya.
Kata dengan gagasan mempunyai hubungan ketergantungan. Orang yang mempunyai banyak gagasan pasti mempunyai banyak kata yang dikuasainya, sehingga semakin banyak ide atau gagasan yang bisa diungkapkannya. Orang yang banyak menguasasi kosakata akan merasa mudah dan lancar berkomunikasi dengan orang, lain. Kita sering tidak memahami pembicaraan orang lain, karena kita tidak atau kurang menguasai kata-kata atau gagasan seperti yang dikuasai oleh pembicara.

Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi bukan hanya memilih kata-kata yang cocok dan tepat untuk digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan fraseologi (cara memakai kata atau frase di dalam konstruksi yang lebih luas, baik dalam bentuk tulisan maupun ujaran), ungkapan, dan gaya bahasa. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Pemilihan gaya bahasa yang akan digunakan pun merupakan kegiatan memilih kata menyangkut gaya-gaya ungkapan secara individu.
Orang yang banyak menguasai kosakata akan lebih mudah memilih kata-kata yang tepat untuk digunakan dalam menyampaikan gagasannya. Orang yang kurang banyak menguasai kosakata terkadang tidak bisa menempatkan kata terutama yang bersinonim, seperti kata meneliti sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati, dan menyidik. Kata-kata turunannya penelitian, penyelidikan, pengamatan, dan penyidikan. Orang yang menguasai banyak kosakata tidak akan menerima bahwa kata-kata tersebut mengandung arti yang sama, karena bisa menempatkan kata-kata itu dengan cermat sesuai dengan konteksnya. Sebaliknya orang yang tidak menguasai kosakata akan mengalami kesulitan karena tidak mengetahui ada kata yang lebih tepat, dan tidak mengetahui ada perbedaan dari kata-kata yang bersinonim itu. Dengan demikian, menurut Keraf (2002: 14) diksi adalah:
a.       Mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, cara menggabungkan kata-kata yang tepat, dan gaya yang paling baik digunakan dalam situasi tertentu.
b.      Kemampuan secara tepat membedakan nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar atau pembaca.
c.       Diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan kosakata yang banyak.

Makna Kata dan Jenisnya
Kata yang merupakan satuan bebas terkecil mempunyai dua aspek, yakni aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi atau makna. Bentuk bahasa adalah sesuatu yang dapat dicerna oleh pancaindra, baik didengar maupun dilihat. Isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi atau respon dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan atau stimulus aspek bentuk tadi. Kalau seseorang berkata, “pergi!” kepada kita, maka akan timbul reaksi dalam pikiran kita. Dengan demikian, kata pergi merupakan bentuk atau ekspresi dan isinya atau maknanya merupakan reaksi seseorang atas perintah tadi.
Wujud reaksi itu bermacam-macam yakni berupa tindakan atau perilaku, berupa pengertian, serta berupa pengertian dan tindakan. Hal ini bergantung pada apa yang didengarnya, dengan kata lain respons akan muncul berdasarkan stimulusnya. Dalam berkomunikasi tidak hanya berhadapan dengan kata, tetapi juga berhadapan dengan serangkaian kata yang mengusung amanat. Dengan demikian, ada beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran itu, yaitu : pengertian, perasaan, nada, dan tujuan. Keempat unsur ini merupakan usaha untuk memahami makna. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas satu persatu.
a.       Pengertian merupakan landasan dasar untuk menyampaikan sesuatu kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan suatu perilaku.
b.      Perasaan merupakan ekspresi pembicara terhadap pembicaraanya, hal ini berhubungan dengan nilai rasa terhadap hal yang dikatakan pembicara.
c.       Nada mencakup sikap pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembacanya.
d.      Tujuan yaitu sesuatu yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis.
Makna kata merupakan hubungan antara bentuk dengan sesuatu yang diwakilinya atau hubungan lambang bunyi dengan sesuatu yang di acunya. Kata kuda merupakan bentuk atau ekspresi “sesuatu yang diacu oleh kata kuda”  yakni  “seeekor binatang yang tinggi-besar, larinya kencang dan biasa ditunggangi”. Makna kata pada umumnya terbagi atas dua macam yakni makna denotatif dan makna konotatif. Kata-kata yang bermakna denotatif biasa digunakan dalam bahasa ilmiah yang bersifat tugas atau tidak menimbulkan interpretasi tambahan. Makna denotatif disebut juga dengan makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional (Keraf, 2002:208).  Disebut makna denotasional, konseptual, referensial dan ideasional, karena makna itu mengacu pada referen, konsep atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu berhubungan dengan kesadaran, pengetahuan dan menyangkut rasio (pemikiran menurut akal sehat) manusia.
Karena adanya bermacam-macam makna, maka penulis harus hati-hati dalam memilih kata yang digunakan. Sebenarnya memilih kata-kata bermakna denotatif lebih mudah daripada memilih kata-kata bermakna konotatif. Seandainya ada kesalahan dalam penulisan denotasi, mungkin karena adanya kekeliruan disebabkan oleh kata-kata yang mirip karena masalah ejaan. Kata-kata yang mirip itu seperti:  darah-dara, interferensi-interfensi, dan bawah-bawa. Untuk lebih jelasnya, makna denotatif dapat dibedakan menjadi dua macam hubungan antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya. Kedua, hubungan sebuah kata dengan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.
Makna konotatif atau sering juga disebut makna kiasan, makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Kata-kata yang bermakna konotatif atau kiasan biasanya dipakai pada pembicaraan atau karangan non ilmiah, seperti: berbalas pantun, peribahasa, lawakan, drama, prosa, puisi, dan lain-lain. Karangan non ilmiah sangat mementingkan nilai-nilai estetika. Nilai estetika dibangun oleh bahasa figuratif dengan menggunakan kata-kata konotatif agar penyampaian pesan atau amanat itu terasa indah. Pada karangan ini kurang memperhatikan keakuratan informasi dan kelogisan makna. Dalam menyampaikan pesan ada dua macam cara. Pertama, penyampaian pesan secara langsung. Penyampaian pesan secara langsung hampir sama dengan penyampaian pesan (informasi) dalam karangan tidak langsung harus menggunakan bahasa figuratif dengan kata-kata konotatif. Kita tidak akan bisa langsung memahami pesan atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kalau tidak mempunyai kemampuan mengapresiasinya.
Berikut kata-kata denotasi dan konotasi:
-          Dia cantik seperti ibunya (denotatif)
-          Dia cantik bagaikan bunga (konotatif)
-          Beliau telah wafat tiga tahun yang lalu (denotatif)
-          Beliau telah mangkat tiga tahun yang lalu (konotatif)
-          Kolam itu luasnya seratus meter persegi (denotatif)
-          Kolam itu luas sekali (konotatif)
-          Sebanyak seratus ribu orang yang menonton pertandingan sepak bola (denotatif)
-          Membeludak penonton yang ingin menyaksikan pertandingan sepak bola (konotatif)

Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum adalah kata-kata yang pemakaian dan maknanya bersifat umum dan mencakup bidang yang luas, sedangkan kata yang khusus adalah kata-kata yang pemakaian dan maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu. Contoh:
-          Orang tua kami anggota Korpri (umum)
-          Ibu saya seorang guru SD (khusus)


Perubahan Makna Kata
Bahasa bersifat dinamis sehingga dapat menimbulkan kesulitan bagi pemakai yang kurang mengikuti perubahannya. Ketepatan suatu kata untuk mewakili atau melambangkan suatu benda, peristiwa, sifat, dan keterangan, bergantung pada maknanya, yakni hubungan antara lambang bunyi (bentuk/kata) dengan referennya.
Perubahan makna kata bukan hanya ditentukan oleh perubahan jaman (waktu), melainkan juga disebabkan oleh tempat bahasa itu tumbuh dan berkembang. Makna bahasa mula-mula dikenal oleh masyarakatnya, tetapi pada suatu waktu akan bergeser maknanya pada suatu wilayah yang lain masih mempertahankan makna yang  aslinya. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan atau memilih kata apalagi dalam hal-hal yang bersifat nasional (masalah tempat), terkenal, dan sementara berlangsung (masalah waktu). Para mahasiswa yang membuat karya ilmiah, yang tulisannya bisa dibaca dalam taraf nasional harus menggunakan kata yang bersifat nasional, terkenal dan masih dipakai masyarakat.
Sebelum Perang dua Ke-II kita mengenal kata daulat, dalam KBBI (2001: 240) mengandung arti: 1. Berkat kebahagiaan (yang ada pada raja); bahgia; 2. Kekuasaan; pemerintah. Kata ini digunakan dalam kalimat, Penyerahan kedaulatan Republik Indonesia; Negara Republik Indonesia yang merdeka berdaulat. Tetapi pada waktu revolusi fisik kata daulat bermakna lain yakni, merebut hak dengan tidak sah, memecat dengan paksa. Misalnya: tanah-tanah Belanda banyak yang didaulat oleh rakyat; gubernur itu didaulat tidak dipakai lagi, sehingga kata itu hampir mati meskipun dalam KBBI masih tercantum tetapi sudah jarang pemakainya.

Diksi dalam Kalimat
Diksi dalam kalimat adalah pilihan kata yang tepat untuk ditempatkan dalam kalimat sesuai makna, kesesuaian, kesopanan, dan bisa mewakili maksud atau gagasan. Makna kata itu secara leksikal banyak yang sama, tetapi penggunaanya tidak sama. Seperti kata penelitian, penyelidikan. Kata-kata tersebut bersinonim (mempunyai arti yang sama), tetapi tidak bisa ditempatkan dalam kalimat yang sama. Contoh dalam kalimat:
-          Mahasiswa tingkat akhir harus mengadakan penelitian untuk membuat karya ilmiah sebagai tugas akhir dalam studinya.
-          Penyelidikan kasus penggelapan uang negara sudah dimulai
-          Berdasarkan pengamatan saya situasi belajar di kelas A cukup kondusif
-          Berdasarkan hasil penyidikan polisi, ditemukan fakta-fakta yang memperkuat dia menjadi tersangka.
Keempat kata dalam kalimat-kalimat itu tidak bisa ditukar. Seandainya ditukar, tidak akan sesuai sehingga akan membingungkan pendengar atau pembaca. Dari segi kesopanan, kata mati, meninggal, gugur, mangkat, wafat, dan pulang ke rahmatullah,dipilih berdasarkan jenis mahluk, tingkat sosial, dan waktu. Contoh:

-          Kucing saya mati setelah makan ikan busuk
-          Ayahnya meninggal tadi malam
-          Pahlawanku gugur di medan laga
-          Beliau wafat 1425H
Frase (gabungan dua kata atau lebih yg bersifat nonpredikatif) biasa dipakai dalam berita kematian di surat kabar, seperti”…telah pulang ke rahmatullah kakek Jauhari….”. dari segi makna, kata islam dan muslim sering salah penggunaanya dalam kalimat. Kita pernah mendengar orang berkata, “Setelah menjadi Islam dia rajin bersedekah”. Seharusnya, “Setelah masuk Islam dia rajin bersedekah”. Kalau mau menggunakan kata menjadi maka selanjutnya harus menggunakan kata muslim. Contoh, “Setelah menjadi muslim dia rajin bersedekah”. Islam adalah nama agama yang berarti lembaga, sedangkan muslim adalah orang yang beragama Islam. Kata menjadi dapat dipasangkan dengan orangnya dan kata masuk tepat dipasangkan dengan lembaganya.

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post

© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content chaBAGUS