Karena Kamu Tulang Rusukku
|
19 November 2012
|
Random
|
Di sebuah senja yang sempurna, sepasang manusia duduk berdua saling berbicara dan mengungkapkan perasaannya. Rama dan Shinta. Lalu Shinta pun memulai meminta kepastian. Ya,
tentang cinta.
Shinta: Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Rama : Kamu dong...
Rama : Kamu dong...
Shinta: Menurut kamu, aku ini siapa?
Rama: *Berpikir sejenak, lalu menatap Shinta dengan pasti* Kamu tulang rusukku! Layaknya cerita Adam dan Hawa, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukannya, tidak lagi merasakan sakit di hati.
Rama: *Berpikir sejenak, lalu menatap Shinta dengan pasti* Kamu tulang rusukku! Layaknya cerita Adam dan Hawa, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukannya, tidak lagi merasakan sakit di hati.
Setelah menikah, Rama dan Shinta mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kian mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain. Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas. Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Shinta lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, “Kamu nggak cinta lagi sama aku!” Rama sangat membenci ketidakdewasaan Shinta dan secara spontan balik berteriak, “Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!”
Tiba-tiba Shinta menjadi terdiam, berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Rama,
seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar. Rama menyesal akan
apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah,
ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali. Dengan berlinang air
mata, Shinta kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad
untuk berpisah. “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi.
Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing.”
Lima tahun berlalu. Rama tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Shinta. Shinta pergi ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan akhirnya kembali ke kota semula. Dan Rama yang tahu semua informasi tentang Shinta merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Shinta tak menunggunya. Dan di tengah malam yang sunyi, saat Rama meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Shinta. Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.
Rama: Apa kabar?
Shinta: Baik… ngg... Apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Rama: Belum...
Shinta: Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut...
Rama: Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan ada yang berubah.
Shinta tersenyum manis, lalu berlalu.
“Good bye...”
Seminggu kemudian, Rama mendengar bahwa Shinta mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Malam itu, sekali lagi, Rama mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Shinta, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.
“Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal.”
Lima tahun berlalu. Rama tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Shinta. Shinta pergi ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan akhirnya kembali ke kota semula. Dan Rama yang tahu semua informasi tentang Shinta merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Shinta tak menunggunya. Dan di tengah malam yang sunyi, saat Rama meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Shinta. Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.
Rama: Apa kabar?
Shinta: Baik… ngg... Apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Rama: Belum...
Shinta: Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut...
Rama: Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan ada yang berubah.
Shinta tersenyum manis, lalu berlalu.
“Good bye...”
Seminggu kemudian, Rama mendengar bahwa Shinta mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Malam itu, sekali lagi, Rama mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Shinta, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.
“Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal.”
No comments:
Post a Comment